Di dunia ekonomi, ada istilah supply (pasokan) dan demand (permintaan). Hal ini pula yang terjadi terhadap layanan pemesanan taksi pelat hitam, Uber. Meski masih berstatus pendatang baru, Uber kerap jadi andalan banyak orang. Apa alasannya?
Keberadaan Uber memang masih menuai polemik, ada yang pro tetapi tak sedikit pula yang kontra. Mereka yang kontra muncul dari perpektif regulasi. Sementara yang pro, salah satunya datang lantaran layanan Uber memang bisa diandalkan sebagai alternatif dari taksi konvensional.
Wine Kriswandani salah satunya. Warga Jakarta ini mengaku lebih memilih Uber sebagai transportasi utama saat ingin pergi ke berbagai tempat. Alasannya, Uber memberikan kenyamanan yang lebih dibandingkan taksi umum. “Mobilnya bersih, wangi. Nyaman untuk ditumpangi,” ujarnya kepada detikINET.
Keramahan turut menjadi penilaian Wine. Menurutnya, pengemudi Uber lebih ramah dibandingkan sopir taksi biasa. Bahkan, dirinya kerap mengajak ngobrol para pengemudi sepanjang perjalanan.
Namun kenyamanan dan keramahan yang dipunyai Uber bukanlah alasan utama Wine menggunakan jasa layanan trasportasi ini. Melainkan soal tarif yang lebih murah dibanding taksi konvensional.
Ibu satu anak ini mencontohkan dari rumahnya di kawasan Warung Buncit menuju Setiabudi, Jakarta Selatan. Bila menumpang taksi biasa, argo mencapai Rp 50 ribuan. Sementara Uber nyaris setengahnya, antara Rp 29 ribu-Rp 33 ribu.
Tak sampai di situ, kata Wine, pengemudi Uber tidak pernah menolak meskipun jarak tempuh tidak terlalu jauh. Bahkan, ia pernah satu kali mengendarai Uber dengan tarif Rp 6 ribu!
Pengemudinya tidak protes. Bandingkan dengan taksi biasa, saat kita buka pintu, lalu ditanya tujuan. Ketika menyebutkan jarak yang cukup dekat. Sopir taksi langsung menolak, dan meminta cari yang lain,” keluh Wine.
Sayangnya, apa yang menjadi alasan utama Wine ini menjadi salah satu poin penolakan Uber di Tanah Air. Organda dan pengusaha taksi di Kota Jakarta dan Bandung memprotes keras keberadaan layanan yang dibuat oleh Travis Kalanick dan Garett Camp ini. Mereka menilai Uber menyalahi aturan penyelenggaraan angkutan umum.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta menilai taksi Uber ilegal dan menyalahi UU lalu lintas dan angkutan jalan. Keberadaan taksi Uber juga dinilai sudah meresahkan pengusaha angkutan umum yang ada.
“Ini meresahkan karena ada diferensiasi dalam tarif. Mereka tarifnya di bawah tarif resmi kita,” kata Kepala Dishub DKI Jakarta Benjamin Bukit.
Di samping itu, armada Uber juga tidak memenuhi spesifikasi mengenai angkutan umum yang ada. Sementara pembayarannya menggunakan kartu kredit.
“Memang tidak gampang mencegah ini karena bermain di sistem dunia maya, Gubernur juga sudah sampaikan tolong dipreventif,” lanjut Benjamin.
Benjamin menambahkan, pihaknya masih akan mengembangkan hal ini. “Ini masih awal, nanti kita kembangkan secara masif. Mereka ini sistemnya by order dan by sistem,” imbuhnya.
Jadi intinya di sini adalah, berbagai pihak terkait mesti duduk bersama untuk mencari solusi. Jangan sampai masyarakat yang menjadi pelanggan dirugikan, begitu pula dengan pebisnis/pengemudi taksi resmi serta dari sisi regulasi yang juga harus ditaati.
0 Comments